Rabu, 30 Agustus 2017

Pantai Sanglen; Sejenak Membuang Penat dan Meninggalkan Jejak

Pantai Sanglen Gunungkidul
"Kita tidak akan bahagia kalau kita tidak bersahabat dengan keadaan. Dan tidak ada salahnya jika akhirnya keadaan ini memaksa kita untuk bahagia."
AI_27-28 Agustus 2017


Baru sebulan yang lalu saya pergi camping ke Dieng, namun rindu itu seolah bermunculan seperti film yang terus berputar. Rindu kapan pergi jalan, rindu piknik, rindu liburan, rindu camping, dan barisan merindu lainnya yang tak kujung berakhir. Budget yang minim pun tidak menghalangi rasa rindu itu. *tepok jidat

Minggu sore, lagi-lagi malam minggu saya bergeser satu hari, bukan malam minggu tapi minggu malam. Saya bersama genk libur hari Senin memutuskan (dengan dadakan dan sedikit dipaksakan karena kesibukan teman-teman) untuk camping lagi. Kali ini bukan di gunung, namun tujuan kami pindah ke pantai. Pantai yang kami pilih adalah pantai Sanglen.

Pantai Sanglen berlokasi di desa Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Secara geografis, lokasi pantai bersebelahan dengan Pantai Watukodok. Untuk masuk ke wilayah pantai ini kita masuk ke jalur utama Pantai Kodok, nah pantai ini lokasinya sebelum pantai tersebut. Ada  petunjuk yang mengarahkan kita masuk ke Pantai Sanglen. Waktu saya ke sana untuk camping, saya tidak terlalu jelas untuk melihat tanda ini karena gelapnya malam. Kami tiba di pantai sekitar pukul 22.00 WIB. Menelusuri jalan Gunung Kidul di malam hari itu sensasinya jauh berbeda. Gelap-gelap, serem gimana gitu. Bikin ngeri juga jika teringat jalan yang berkelok-kelok dan naik turun. Teman saya (TW) sampai kolep di jalan dan saat kami berhenti untuk rehat sejenak ternyata kami malah berhenti di depan makam. Kami langsung ngacir begitu saja tanpa noleh ke belakang lagi. Hiiii

Setibanya kami di pantai, kami langsung memakirkan kendaraan kami dan menelusuri jalan yang lagi-lagi ektrim. Kami menuruni tangga dengan susah payah karena bawaan kami yang cukup banyak. Sampainya di bawah kami tertawa pias. Kenapa juga milih lewat jurang turunnya jika di samping kami justru ada jalan yang bagus dengan parkiran yang lebih luas? Inilah kelemahan jika harus jalan malam-malam. Jarak padang terbatas dan informasi tidak terlalu terlihat jelas. Karena kekonyolan awal ini akhirnya kami survei dulu muter-muter sekitaran lokasi sebelum memutuskan untuk mendirikan tenda. 

Selesai mendirikan tenda, kami terbagi dalam dua tim. Tim masak dan tim fotografi. Kebetulan malam itu cerah, bintang beterbaran di langit malam. Milkyway terlihat begitu indah. Duh sudah nggak betah buat foto-foto. Akhirnya kami menyaksikan bintang sambil ngeteh, nyoklat, dan menikmati ketela goreng yang sudah selesai di goreng oleh tim masak. Tim masak pun tidak ketinggalan ceritanya, sempet kebakaran karena gas kami terlau besar dan tersambar angin pantai, yang jadi korban adalah teplon baru saya, hiks T.T. Setelah itu, kami bergantian untuk berfoto dan mengulangi rutinitas tersebut karena mendapatkan foto yang kece itu susah. Kami harus berubah menjadi patung lebih dari 30 detik untuk mendapatkan foto terbaik.
Milky Way in frame. Cantik sekali kan?
Pukul 01.00 kami sudah siap untuk tidur. Kami masuk ke tenda dan tak lama kemudian satu persatu semuanya sudah masuk ke alam masing-masing. Saya masih sedikit tersadar ketika tiba-tiba ada suara yang memanggil nama saya. Saya melihat jam, ini jam 02.00 dan siapa juga yang manggil-manggil nama saya. Akhirnya saya keluar dari tenda dan menemukan sosok yang sudah tidak asing. Temen saya (Mba Gal) yang tadi niatnya menyusul saya itu sampai di pantai setelah menyasar di Pantai Watukodok dan salah tenda di beberapa kelompok. Saya nggak menyangka dia nekat nyusul karena menurut kabar yang saya terima, dia baru selesai acara pukul 22.00. Saya sudah menyarankan kalau kepepetnya nggak bisa nyusul tak mengapa. Tapi akhirnya sampai juga dia di pantai. Luar biasa!

Pagi harinya, kami berniat untuk bangun pagi dan menikmati suasana pantai di pagi hari. Tapi apalah daya mata ini serasa terpenjara dalam balutan sleeping bag yang begitu nyaman. Kami memilih tidur sampai siang, kebetulan pantai juga surut sehingga bibir pantai berubah menjadi dataran koral. Sebangunnya saya, saya langsung mengambil kompor dan air. Saya kalau pagi, kalau belum ngeteh atau ngopi rasanya ngambang. Jadi saya langsung memasak air yang ternyata tidak mudah. Anginnya terlalu besar dan kompor kami padam berkali-kali. Kami akhirnya memilih tempat yang banyak penghalang anginnya untuk memasak air dan juga membuat sarapan.

Selesai sarapan, kami melanjutkan untuk berfoto-foto. Entah kenapa teman-teman saya pada lemes sehingga yang niat awalnya mau nyelem di pantai jadi batal. Kami akhirnya melanjutkan untuk berfoto dan kemudian packing peralatan yang ternyata tidak mudah juga. Susah sekali untuk melipat tenda. saya sampai gulung-gulung di atasnya dan tetep aja tidak berhasil. Akhirnya tenda cuma asal di lipat dan nanti dibongkar di rumah, kami menyerah!

Perjalanan pulang kami juga harus berhenti dua kali. Pertama, karena teman saya (Ayu) ikutan kolep dan untuk makan siang. Sepertinya mencari sesuatu yang panas dan berkuah adalah tradisi kalau berpergian. Kami memutuskan untuk membeli bakso dan mie di jalan wonosari dan setelah menghabiskan satu mangkok mie, teman-teman saya kembali ada suaranya. Loh, tenyata mereka lapar toh! Ckckck 

Yah perjalanan selalu memiliki cerita, berapa besar porsi sedih atau bahagia itu tergantung dari mana kita merasakannya. Kalau bagi saya, perjalanan selalu menyenangkan. Bukan sesuatu yang monoton dan selalu ada cerita unik di dalamnya. Selalu semangat untuk jalan-jalan kawan! Buat harimu dan pekerjaanmu menyenangkan dengan liburan!
Happy Holiday!

P.S. People in frame
Aiana, Angga, TW, Ayu, Baron, Mb Gal dan Kawan

Sudah mulai panas sekali di sekitaran Pantai
Keep Smile, walau panas dan lemas kalau sudah lihat kamera harus selalu on!
The beautiful  scene wih you and me. Hehe 



Stay healty and happy to more exploration
And every moment with you was very dazzling. Thank you!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar