Sudah sekian lama, catatan perjalananku kosong! Tersibukkan oleh berbagai kegiatan kuliah. Duh... tapi akhirnya waktu untuk menyegarkan diri pun datang dan Air Terjun Sri Getuk inilah yang mendapatkan giliran. Kembali lagi hanya dengan bermodalkan informasi dari internet, kami memantapkan niat untuk mencarinya. Pagi itu hanya kami berempat yang berangkat.
Air Terjun Sri Getuk |
Perjalanan ini kami kira mudah karena jaraknya yang cukup dekat (bila dibandingkan dengan perjalanan biasanya) maka kami pun dengan santai menelusuri jalan menuju air terjun Sri Getuk yang terletak di Dusun Menggoran Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta. Dimulai dari Jalan Wonosari kami menelusuri jalan sampai ke pertigaan arah Playen (sehabis lapangan terbang) kami belok kanan. Kemudian kami menelusuri jalan yag lumayan berombak. Cukup kehatian-hatian untuk menempuh jalur ini agar ban tidak selip. Dari sini kemi terus saja menelusuri jalan utama, dan selanjutnya petujuk arah ke Air Terjun Sri Getuk sudah terlihat dengan jelas. Maklum tempat ini baru dan mulai diminati oleh pengunjung.
Kami mengira perjalanan ini akan segera berakhir sampai tujuan, tapi kami sedikit kecewa, jalan yang kami lalui terutama yang mulus (baru) berakhir dengan jalan yang rusak cukup parah. Jalan yang seharusnya dekat ini terasa jauh, hahaha. Sesampainya dipertigaan, terdapat TPR (restibusi). Kami waktu intu membayar Rp 7.000,00. Tarif pengunjung Rp 3.000,00 untuk satu orang dan Rp 1.000 untuk biaya parkir. Biaya restibusi ini termasuk kunjungan ke Gua (maaf saya lupa namanya). Dari pertigaan tersebut ada dua jalur untuk ke Air terjun. Yang ke-kanan dengan jalur jalan kaki dan yang lurus dengan menaiki perahu. Kami memilih untuk menaiki perahu. Tapi oopsss.... jalan yang kami tempuh 1,5 Km dengan motor ini ternyata sama saja rusaknya. Sekedar usulan, untuk meningkatkan pengunjung dan mengembangkan daerah wisata ini lebih luas, akan lebih baik bila infrastruktur-nya diperbaiki. Pemerintah daerah seharusnya tanggap dengan potensi seperti ini.
Pemandangan sepanjang Sungai |
Setelah perjalanan yang melelahkan ini, kami sampai dipinggir jurang, jalan menurun telah menunggu, dan kami langsung saja menjejaki tangga demi tangga setelah cukup menghirup nafas. Kami putuskan untuk menaiki prahu tradisional warga yang berupa drum ditata sedemikian rupa berbalut dengan papan-papan dan terdapat besi pengaman, ehm okelah tidak masalah. Untuk menaiki kapal ini diperlukan budget setiap orang Rp 7.500,00 tak apalah. Fasilitasnya adalah antar jemput kapan saja dan berapa saja orangnya (dalam kapasitas maksimal tertentu tentunya). Dan perjalanan ini dimulai.
Kami membuka mata, merekam keindahan karst dengan memori dan mengabadikannya. Hari intu kami beruntung. Pilihan waktu yang tepat, yaitu musim kemarau. Air terlihat menghijau segar, berbeda ketika musim penghujan, air karst akan lebih pekat atau bahkan coklat. Namun, perbedaannya pun terlihat berbeda dalam masalah debit airnya. Lebih sedikit tentunya. Hehehe...
Air terjun dengan Pelangi mini di sekitarnya |
Dengan menaiki kapal tersebut, kami sampai di air terjun. Mirip dengan foto di internet. Dan kami mulai berpetualang di antara bebatuan yang tidak terlalu licin. Tidak terlalu licin tidak sama dengan mengurangi kehati-hatian dan kewaspadaan. Batu-batu di sana cukup besar dengan jarak yang beragam. Jadi masih perlu hati-hati kawan.
Darimana ya saya mendiskripsikannya. Secara garis besar bisa dilihat dalam foto. Air terjun ini tidak hanya satu, namun bisa dibilang banyak dan berbagai arah. Selain itu, dibagian bawah sebelum menyentuh bibir sungai, air terjun ini turun secara berundak-undak sehingga terlihat seperti panggung. Di sekeliling air terjun, jika anda berutung (cuaca cerah dan terik) akan telihat anak-anak pelangi muncul di sudut-sudut tertentu air terjun. Berpadau dengan sir terjun yang menawan dan dihiasi warna-warna indah dari pelangi tersebut. Sungguh suasana yang menyenangkan. Hehehe...
Matahari semakin terik, dan kami kini beranak menjadi 6 orang. Ada yang nyusul. Setelah puas berfoto dan berguling-guling di atas batu, kami memutuskan untuk beranjak. Selain itu terdapat awan hitam pembawa uap air pemicu hujan dan itu membuat saya sedikit takut mengingat kami berada di sungai daerah karst. Kami pun bergegas untuk pulang. Oh iya, penunjung juga bisa menikmati sungai ini dengan berenang. Perahu yang kami tumpangi menyewakan pelampung untuk pengunjung yang berniat untuk berenang.
Kembali kami menelusuri jalan yang panjang tersebut, namun dipertigaan TPR tadi kami menngambil arah ke gua untuk melihat gua tersebut. Sesampainya di sana kami tidak masuk ke dalam gua. Hanya visual dari luar saja karena jujur saja, kaki kami sudah lumayan capek apalagi ditambah menuruni tangga masuk kedalam gua. Ada penduduk lokal yang bersedia menjadi pemandu pengunjung saat memasuki gua. Oleh guide ini akan diceritakan berbagai kisah dan mitos yang menyertai gua tersebut. Setelah cukup beristirahat, kami akahirnya memutuskan untuk pulang karena perut kami yan belum tersi dari pagi sudah protes tingkat dewa dan perjalanan pulang pun menanti kami.
Sekali lagi, jangan pernah putus asa untuk mencapai sebuah tujuan, apapun jalannya. Asal kalian bisa bersyukur dengan apa yang kalian dapatkan. Terimakasih, selamat bertualang...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar