Senin, 28 Januari 2019

Museum Istana Kepresidenan; Belajar Tentang Nasionalisme di Antara Multikuturalisme

"Belajar dari orang nomor satu di Indonesia, belajar banyak hal terutama tentang manfaatnya dan belajar untuk tidak mengikuti keburukannya. Tak lain tujuannya adalah untuk memahami negeri ini lebih dalam, mengerti bagaimana dinamikanya dan menghargai semua perbedaannya. Untuk apa? Untuk kita lebih mencintainya.... 
Cinta? Cie main cinta-cintaan!"

Ini ceritanya lagi ngendrose (nggak dibayar loh tentunya) Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta

Senin yang panas... 
Yah panas, Jogja masih ada pada musim penghujan yang misalnya nih kalau cerah, sangat terik sekali. Cocok sekali buat berjemur kalau saja saya putih. Alhamdulillah saya sudah hitam jadi tidak perlu berjemur. Oke back to the Senin yang panas. Saya ini iseng mau dinas ke Museum Benteng Vredenburg. Entah saya error atau apa, saya lupa sekali kalau Senin itu Museum Benteng TUTUP. Oh God, ini keterlaluan namanya ke’pekok’an saya. Bisa-bisanya saya lupa. Sambil gigit jari nunggu temen yang saya ajak janjian, saya mikir dan ting! Bukan dapat ide loh. Tapi temen saya muncul. Temen yang pengen sekali masuk ke Gedung Agung-nya Jogja, Istana Kepresidenan Yogjakarta. 
Sebenarnya saya sudah ragu nih, kata tukang parkirnya, Senin tuh katanya tutup. Tapi karena kita ini nggak percayaan kalau belum nyoba sendiri, akhirnya kita bertiga (Saya, TW, dan Rona) akhirnya memutuskan untuk nanya langsung aja ke petugas yang ada di sana. Jalanlah kita dengan perasaan setengah was-was. 

“Mas Senin buka kah kalau mau ke museumnya?” 
“Buka Mbak, mau masuk?” batin kita penuh sujud syukur nih udahan. 
“Iya, bertiga bisa?” 
“Bisa-bisa aja Mbak, tapi...” kami ikut menahan nafas. Kok ada tapinya ini, “tapi nanti kunjunganya baru bisa jam satu Mbak, gimana? Ini masih jam istirahat soalnya”, kami melirik jam. Jam 12 teng! Pantesan aja terik sekali cuacanya. Kami mengiyakan dengan cepat. Satu jam ini, bisa buat jalan-jalan dulu. Kami pamit dan jalanlah kami ke landmarknya kota Jogja ini. Jalan Malioboro. Padahal udah nggak di jalan itu lagi. Udah nun jauh di sebelah selatan. Tapi namanya jalan kan masih nyambung. Jadi anggap saja begitu. 

Jam satu lebih dikit, kami sudah mager di pintu masuk sebelah kanan gedung. Kami masuk tuh, nulis buku kunjungan, terus ninggal KTP dan di tuker sama kartu tamu kunjungan. Waaah, serasa jadi tamu negara nih, tapi memang tamu negara sih! Kan ini di istana presiden gitu loh! Kami juga harus menyerahkan tas untuk di cek lewat alat itu apa namanya sih ya, yang kayak di bandara. Terus tasnya ditinggal dan kami nunggu. Nunggu pemandu. Kalau kita jalan di museum atau di lingkungan Istana harus pake pemandu. Ngerasain deh kita dikawal pemandu yang sekaligus paspampres. Tuh keren nggak sih? 

Awal kunjungan kita di berikan penjelasan umum. Apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama kunjungan: 
1. Dilarang untuk menyentuh benda-benda koleksi yang ada di museum atau di lingkungan Istana. (harus di perhatikan benar ini kawan, ini aset negara ya, sangat langka, unik dan yang jelas muahaaallll) 
2. Dilarang untuk berfoto-foto di tempat yang tidak diperbolehkan. (banyak museum yang menerapkan hal ini dan ini wajar. Selain foto dapat menurunkan nilai dari koleksi ini juga dapat mengalihkan fokus pengunjung juga) 
3. Diperbolehkan untuk bertanya apapun baik tentang koleksi atau tentang kegiatan, sejarah, dan juga isi dari Istana Kepresidenan. 
4. Dll, yang terlupakan oleh saya. Hihi 

Museum Istana Kepresidenan berada di kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta yang berlokasi di tepi jalan Jendral Ahmad Yani (masih satu jalan dengan Jl. Malioboro) atau berhadapan dengan Museum Benten Vredenburg. Gedung ini juga memiliki sejarah panjang dimana untuk bangunannya sendiri berasal dari peninggalan Belanda (dulunya Kantor Keresidenan Yogyakarta setelah Perjanjian Giyanti) kemudian ketika pemerintahan RI pindah ke Jogja, gedung ini yang dijadikan sebagai tempat kediaman resmi presiden waktu itu. Kompleks istana ini terutama bagian museumnya baru dibuka semenjak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Aktivitas utama di lingkungan istanah ini adalah menerima kunjungan presiden atau kalau presiden singgah di kota gudeg ini, beliau akan menginap di gedung ini. Jika hal tersebut sedang terjadi, biasanya kunjungan di museum akan ditutup untuk sementara karena menyangkut banyak hal terutama keamanan guys.  

Oke, kita awalnya akan diajak melihat gedung utama, namanya Ruang Garuda (ruang tamu-tamu negara). Ruangan ini nanti bersebelahan dengan Ruang Sudirman (tamu kusus presiden) dan Ruang Diponegoro (tamu khusus wakil presiden). di ketiga ruangan ini nanti kita hanya melihat saja, dan biasanya diajak masuk ke sayap kanan (Ruang Diponegoro) untuk melanjutkan kunjungan ke ruang jamuan makan dan kesenian baru menuju ke museum. Untuk kamar presiden ada di sebelah kiri Ruang Garuda dan wakil presiden ada di sebelah kanan. Untuk kedua ruangan ini tidak di buka untuk umum teman-teman. 

Masuk ke museum, tema yang diusung di museum ini adalah nasionalisme. Presiden yang pernah menjabat di Indonesia di gambarkan dengan lukisan yang berisi trobosan dan juga karakter pembangunan yang paling mencolok, menjadi citra presiden tersebut. Tema ini tentu saja untuk meningkatkan cinta kasih kita kepada Indonesia. Bagaimana indonesia terus mengalami perkembangan sesuai dengan pemimpinnya dan juga bagaimana Indonesia ini mengawali masa-masa perjalanannya ke luar negeri tentunya untuk peningkatan kapasitas Indonesia. Banyak sekali koleksi berupa souvenir atau cinderamata yang berasal dari luar negeri. Koleksi lain yang bagi saya sangat fantastis adalah lukisan. Banyak sekali lukisan dari pelukis terkenal Indonesia mulai dari Raden Saleh, Basuki Abdulah, Dullah, sampai Affandi. Lukisan yang harganya, ehem tidak hanya juta tapi M guys! Makannya jangan main-main di ruangan koleksi ini, takutnya bisa khilaf yang berakibat fatal. Hii serem. 

Selain ruangan ini, terdapat ruang lagi yang menceritakan tentang keanekaragaman kebudayaan atau multikulturalisme yang menggambarkan wajah Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, multikultural ini merupakan jati diri masyarakat Indonesia. Sehingga untuk menciptakan nasionalisme ini kita tidak boleh mengabaikan keberagaman yang ada. Kita boleh beda, tapi rasa cinta terhadap tanah air haruslah tetap sama. Di ruangan ini, perbedaan budaya begitu terasa sekali mewarni merah-putihnya Indonesia. Banyak sekali koleksi yang berasal dari suku, agama, dan ras yang berbeda dari penjuru Indonesia. 

Uah, rasanya berkunjung ke museum ini membuat dada kita penuh oleh rasa kekaguman dan kebanggan terhadap kekayaan Indonesia. Saya benar-benar merasa terhormat sekali bisa masuk ke wilayah yang sebenarnya pribadi ini bagi presiden. Namun, di bukanya museum ini menunjukkan bahwa kita sebagai rakyat biasa juga berhak untuk mencicipi rasa Indonesia dari ruangan yang bisa di bilang kecil namun berisi banyak sekali informasi berharga. 

Jika teman-taman ingin berkunjung sangat mudah sekali caranya. Kalau perorangan bisa datang langsung. Tapi kalau rombongan, teman-teman harus memberikan surat pemberitahuan terlebih dahulu minimal satu minggu sebelumnya. Biar tidak terjadi tumpang tindih jadwal kunjungan atau kalau tiba-tiba presiden datang kan bisa tahu. Soalnya kalau presiden baru ada di istanah museum otomatis tutup ya kawan. Untuk jam bukanya Senin-Jumat dari jam 08.00-15.00. Jam istirahat juga istirahat dan maksimal datang satu jam sebelum museum tutup. Untuk biayanya GRATIS! Gimana? Udah menikmati koleksi luar biasa, masuk ke istana presiden, di pandu, dikawal, dan masih nggak bayar lagi. Enak banget ya! Oh iya tapi saran saya sebagai tambahan, mohon gunakan pakaian yang rapi dan sopan, kalau bisa memakai sepatu. Nggak kece sekali kalian kalau main ke lingkungan seperti itu dengan pakaian asal-asalan. Asal boleh asal keren dan asal tidak dilarang. Hahaha
Ayo merapat ke Museum Guys.
Salam Sahabat Museum! 
Museum di Hatiku!

Galenar (Galeri calon orang tenar? Ups, galeri orang narsis tepatnya. LOL)
Ini di depan Istana Kepresidennya, boleh juga narsis di sini, kalau lebih dari jam 12 backlight guys!
Mumpung sudah sampai sini, ini juga bagian dari sejarah loh, ceritanya next time lah, kepanjangan jadi bosen ntar.
Saya benar-benar yakin kalau saya di rumah.  Tapi saya merasa terlempar ke sudut lain dunia belahan sebelah barat. Menyatu dengan kepingan-kepingan masa lalu yang tergambar begitu jelas dalam bangunan-bengunan peninggalan jaman itu. Saya seperti dimasa itu, padahal saya yakin saya ada di rumah. Kalau bukan karena plat kendaraan AB yang melintas mungkin saya bisa tersesat, entah di Jakarta, Semarang, atau Bandung? Entahlah. Yang jelas saya di rumah. Yogyakarta.

credit : Pemandu Museum Istana Keprsidenan Yogyakarta, Katalog Museum
In Frame : Aiana,Tiwi, dan Rona,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar