Senin, 18 Mei 2015

Museum Puro Pakualaman : Mengenal “Familly Tree” Pakualaman

Mengenal “pohon” sebagai awal mula kehidupan. Dalam siklus rantai makanan sekalipun pohon atau tanaman adalah hal utama, produsen yang tak terganti dan melahirkan konsumen sampai pada tingkat tertentu. “Pohon” ini juga memiliki kedudukan sama dengan rantai makanan, sebagai sumber asal kehidupan. Hanya saja ia tak menghasilkan konsumen tapi menghasilkan kehidupan hingga tingkat yang tak terbatas. Pohon inilah yang bernama Pohon Keluarga.
7 Mei 2015
Wellcome ^_^
   
Berbicara tentang Museum Puro Pakualaman tidak akan terlepas dari sejarah Kerajaan Mataram yang menjadi cikal bakal keistimewaan Yogyakarta. Berkunjung ke museum ini adalah salah satu media untuk mengenal sejarah Yogyakarta khususnya silsilah keluarga Pakualaman. Puro Pakualaman berdiri setelah Kerajaan Mataram harus terpecah oleh Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 yang membagi kekuasaan Mataram menjadi dua yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Setelah Kasultanan Yogyakarta terbentuk, barulah Pakualaman mendapatkan hak untuk berdiri sendiri pada masa pemerintahan Inggris yaitu atas dasar perjanjian yang ditandatangani oleh Hamengku Buwono II, Raffles dan Notokusumo (Paku Alam I). Nah, di dalam kompleks kerajaan Puro Pakualaman inilah Museum Puro Pakualaman berada. Siapa yang belum tahu kalau di Pakualaman ada museumnya? Saya sempet malu sendiri ketika tanggal 07 Mei 2015 baru bisa menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di sana padahal Puro Pakualaman sudah ratusan tahun menjadi saksi sejarah Yogyakarta. Duh, maafkan saya…  
    Sebelum masuk ke museum tentu saja kita harus melewati pintu utama Pura Pakualaman. Di sana ada beberapa abdi dalem Pura yang akan meminta kita untuk mengisi buku kunjungan dan memberikan pengarahan. Istilahnya Pura juga punya resepsionis yang bisa di tanyain informasi. Di sini kemarin kita diberikan beberapa pepatah jawa berikut:
Kata-kata bijak yang ada di Pura Pakualaman, bidal pepatah ini ada di pintu masuk Pura. Kemarin para abdi dalem menjelaskan maksudnya satu persatu karena ditulis dengan aksara jawa. kalimat singkat namun sangat inspiratif.
Hanya pepatah, namun maknanya bagus. Karena uda lama nggak belajar jawa akhirnya bapak-bapaknya menjelaskan pada kita satu-satu tuh artinya. Ternyata di dalem museum juga ada tuh berserta arti dan translete englishnya. Jadi kalau pas masuk dan lupa nanya, liat aja di dalem museum. Haha.
     Bagi saya Museum Puro Pakualaman adalah catatan luar biasa untuk silsilah atau pohon keluarga “family tree” dari keluarga Pakualaman itu sendiri. Sejarah Pakualaman yang puanjaaaang seperti di ringkas di sini, saking panjangnya saya sampai melongo dan berkali-kali bertanya.

    “Mas ini apa?” pusing liat cacing berjajar rapi di sana. Tulisannya pake aksara jawa teman-teman, saya sudah lupa ini cara bacanya (menjadi PR tambahan pribadi untuk mengingat kembali aksara jawa).
     “Pohon keluarga, ini adalah pohon keluarga yang dibuat sendiri oleh Pakubuwono ke IX, menceritakan mulai dari nabi adam dan……. tiittttttt…… (sensor! Ehem, silahkan dengarkan sendiri di tkp ya ^_^)”
     “Uwah, keren ya Mas. Ini dari apa buatnya?”
   “Kulit kayu, yang sering disebut dluwang sama orang jawa”, kembali melongo mendengar penjelasannya. Setelah panjang kali lebar dan mau beralih ke cerita selanjutnya saya melihat gulungan di ujung atas pohon keluarga ini.
     “Eh.. mas ini berapa panjangnya?”
    “13 meter”
Family Tree

    HAH! Dan hah itu nggak hanya sekali dua kali namun berkali-kali. Makin garuk-garuk kepala aja kalau dengerin penjelasan semuanya kali ya. Itu di buat pada tahun 1860 Masehi oleh Pakubuwono ke IX, lah sekarang kan udah Pakubuwono ke XIII. Terus lanjutannya ke mana tuhhh? Lupa nanya lagi. Bukannya tambah dong tapi tambah ruwet kalau males nyatet sambil buka-buka sejarah lagi. Haha
    Nah setelah nanya lagi hari berikutnya, ternyata familly tree yang 13 meter itu baru jilid I teman-teman, masih ada jilid II-nya lagi. APA? Lalu untuk lanjutan dari familly tree tadi, sebenarnya masih ada. Hanya saja, catatannya sudah tidak dituliskan di familly tree yang ada di museum. Yes! Sekarang tahu jawabannya kan.
    Dari pohon ini mulailah tour ini ke silsilah, sejarah, berbagai peninggalan pakualaman, berbagai benda-benda unik yang merupakan penciri dari Puro Pakualaman. Mulai dari budaya, adat istiadat, perjuangan kemerdekaan dan segala piranti-piranti kerajaan lainnya termasuk kereta model Inggris, Belanda, Jawa sampai kereta untuk proses labuhan atau merti bumi di Pantai Glagah pada tanggal 9 Suro setiap tahunnya.
   
Kediaman Purworetno
 

   Tidak hanya pohon keluarga ini sebenarnya yang menjadi spot menarik di museum ini. Banyak sekali cerita yang bisa kita unduh dengan berkunjung ke museum. Apalagi dapet bonus menikmati suasana kerajaan yang tenang di tengah kota Jogja yang padat. Kalau kalian pernah foto di depan kediaman Purworetno yang hot di instagram, di sinilah kompleksnya. Tak ada ruginya kalau menyempatkan diri mampir di museum untuk tau apa dan bagaimana sejarah tempat fenomenal itu. Tapi, berdasarkan informasi yang saya peroleh sebenarnya kediaman itu tidak di buka untuk umum loh. Hohoho. Ayo cari tahu kenapa…
    Sepertinya sudah cukup menceritakan keheranan saya di sana deh, ketahuan makin nggak dongnya kalau kelamaan.Datang dan buktikan saja tuh di sana. Itung-itung belajar tentang sejarah lagi. Cocok tuh untuk destinasi anak SMP dan SMA yang belajar sejarah atau mahasiswa yang mau buat tugas atau penelitian di sana. Kalau pun sudah bukan anak sekolahan atau mahasiswa yang punya kepentingan, mainlah! Itung-itung pernah sekali ke sana biar nggak malu-maluin kayak saya. Eh tapi saya nggak malu kok kalau buat belajar. Nggak ada kata terlambat! 

Menu Wajib Kunjungan = foto, dari kiri; Mas Galih, Ayu, AI (saya), dan Mas Hayu
    Museum buka setiap hari Senin-Jumat pukul 09.00-14.30, Sabtu pukul 09.00-12.00 dan untuk Minggu memerlukan konfirmasi dulu deh sepertinya. Di Museum sudah ada dua edukator ganteng yang siap menemani kalian juga kok. Jadi tuh aksara jawa udah ada subtitle livenya. Hahaha

Done!
Museum kita tak kalah hidup dengan cerita night at the museum yang terkenal itu kok. Kenapa? Karena keberadaan kita menghidupkan kembali benda yang sudah lama mati, menghadirkan kembali sejarahnya , menjadi suara bagi mereka yang tak lagi bisa berbicara, dan menjadi penyambung lidah antar generasi negeri ini (AI).

Salam sahabat museum!

Museum di Hatiku!


Powered by:
Mas Galih dan Mas Hayu
(Edukator Museum Puro Pakualaman) 



See You Next!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar