“Saya berdiri di antara dunia fantasi. Bukan
lapis surau atau rumah masa kini, tapi istana Mataram Islam yang megah dulu gagah berdiri. Kepala
saya mendongak menatap langit, melihat kesombogan sang tirani. Tapi kaki saya
perih, meniti puing-puing kemegahan yang dibangun dengan hati yang telah mati.”
AIANA
Rupa Museum Sejarah Purbakala Pleret, hihihi. nggak kelihatan padahal |
Hai hai hai...
Apakah prolognya terlalu menyedihkan?
Tapi itulah yang pertama kali saya ingat
ketika mendengar Pleret, Kedaton Pleret. Mungkin belum banyak teman-teman yang tahu tentang satu
fakta ini. Selain Kota Gede, ada salah satu keraton lagi yang sebenarnya pernah
ada di Jogja. Yaitu Keraton/Kedaton Pleret, lokasinya berada di wilayah
Pleret, Imogiri, Bantul. Lalu ada di
mana tepatnya? Hmm, sayangnya kita tidak dapat melihat bangunan kraton di
lokasinya saat ini, namun semua bukti itu mengintip kita dari di dalam tanah,
menunggu untuk ditemukan. Menunggu
untuk berbicara tentang cerita-cerita besarnya.
Peta Kuno Keraton Pleret |
Istana ini merupakan istanah ke-tiga,
sebelumnya Kota Gede, Kerta, lalu
berpindahlah ke Pleret. Istana ini yang digunakan oleh Susuhunan Amangkurat I mulai tahun
1647. Amangkurat I ini terkenal dengan sifatnya yang zalim. Susuhunan ini
memiliki banyak sekali catatan kelam baik dari peristiwa eksekusi ulama,
terbunuhnya adiknya sendiri yaitu Pangeran Alit, pembunuhan atas mertuanya yaitu
Pangeran Pekik, dan usaha pembunuhan lain-lainnya bahkan anaknya sendiri. Masa
pemerintahan Amangkurat I (1646-1677) juga penuh dengan pemberontakan dari
berbagai kalangan hingga pembrontakan yang terakhir dari Raden Trunajaya (menantu
Panembahan Rama alias Raden Kajoran) dari Madura yang menyebakan
kerajaan ini mengalami kehancurannya dan setelah itu hancur (sengaja
dihancukan) oleh Belanda pada saat Perang Jawa agar tidak digunakan oleh Pangeran
Diponergoro. Jadi, saat kita
datang ke Pleret, kita tidak akan menemukan bangunan istana megah itu lagi.
Museum Sejarah Purbakala Pleret dibangun di jantung wilayah Pleret, bisa diakses melalui jalan Imogiri Timur kemudian masuk ke kiri ke arah Wonokromo kurang lebih 1KM. Museum ini dibuka tahun 2014 dengan urgensi utamanya adalah untuk dijadikan wadah informasi edukasi tentang Situs Pleret ataupun berbagai sejarah yang ditemukan di sekitarnya. Museum Pleret di buka setiap hari dari 08.00-15.30 kecuali Jumat 08.00-14.30. Museum hanya libur ketika Hari Libur Nasional.
Ini sumur gumulingnya, sumber airnya masih banyak digunakan untuk berbagai keperluan jamasan pusaka atau sekedar mencari berkah. |
Menariknya museum ini,
tidak hanya koleksi yang ada di museum yang dapat kita nikmati tapi juga ada situs
yang dapat kita lihat secara langsung. Tidak jauh dari museum ini berada, kita
dapat melihat sisa dari Keraton Pleret yaitu Sumur Gumuling, Situs Masjid Agung
Kauman Pleret, Pohon randu alas, hasil-hasil eskavasi yang sengaja dibuka
sebagai bukti sejarah seperti Situs Kedaton RT 1 yang diperkirakan Bangsal Srimanganti, Situs Kedaton Rt 4 yang merupakan saluran air, dan temuan Situs Kedaton RT 6 merupakan fondasi benteng cepuri sisi timur Keraton Pleret. Wilayah Pleret juga masih menggunakan
istilah-istilah dari wilayah kerajaan seperti kauman, kaputren, segarayasa,
dll. Satu lagi yang tidak kalah menarik adalah masih ditemukannya umpak (landasan
tiang untuk bangunan tradisional jawa) dari Keraton Kerto yang berada di
sebelah barat daya dari lokasi museum. Ada juga situs makam Ratu Malang yang juga
memiliki kaitan dengan Amangkurat I.
Banyak sekali cerita yang dapat kita ungkap di sana. Selain saya pernah berkunjung, kebetulan saya pernah menjadi edukator dalam kegiatan Gebyar Pleret. Acara ini dulu mengajak warga masyarakat sekitar untuk jalan sehat sekaligus edukasi terkait dengan keberadaan situs yang harus dilestarikan. Saya sempat terkejut ketika mendapati rombongan yang saya bawa ini tidak mengetahui fakta bahwa lokasi tempat tinggal mereka adalah bagian dari sejarah Mataram Islam. Bahkan mereka tidak tahu bahwa di bawah lapisan tinggal mereka terdapat bangunan dan pondasi bangunan istana. Lucunya, ada yang usul untuk di bokar semua. Ah, ini atusiasme yang luar biasa. Kegiatan dan juga keberadaan museum ini tidak lantas mengancam kehidupan masyarakat Pleret saat ini namun tujuannya adalah memberikan informasi terhadap masyarat bahwa situs ini sangatlah penting dan apabila menemukan relic/ benda dari masa itu diharapkan untuk melaporkannya agar tetap terjaga dan dilestarikan.
Situs Masjid Kauman Pleret, di sekitar lokasi ini ditemukan pula Keris Sabuk Inten Luk 11 dari Abad 17 pada eskavasi tahun 2010. |
Kembali ke namanya,
Museum Sejarah Purbakala Pleret, ada satu kata yang menarik bagi saya
yaitu purbakala. Purbakala ini dimasukkan dalam nama museum ini karena adanya
temuan berbagai arca di sekitaran Bantul. Ada arca seperti Ganesha, Agastya,
Jambhala yang merupakan sisa dari peradaban Hindu-Budha di tanah Jawa, namun secara
pasti, saya juga belum mengetahui sejarah/cerita dari arca-arca ini selain
lokasi ditemukannya. Semoga di kemudian hari acra ini akan menjadi satu kunci untuk
membuka peradaban lain di tanah Jawa khususnya Jogja.
Jika melihat dari
kekayaan situs, koleksi, maupun cerita bagi saya tidak ada kekurangan untuk
museum ini. Proses perawatan, penelitian, dan pemeliharaan saya yakin selalu ditingkatkan mengingat
urgensinya untuk memunculkan cerita ini untuk masyarakat luas sangatlah kuat. Bagi saya sendiri, rasanya tidak cukup satu
hari bagi saya jika benar-benar ingin mendalami cerita tentang Pleret. Sungguh sangat
luar biasa, baik dari segi histori atau dari segi wahana edukasi. Saya tidak
pernah bosan untuk berkunjung ke sana. Menikmati suasana pedesaan sembari
membayangkan saya ada di dimensi tempat dan waktu yang lain. Mengamati dalam
diam, menunggu dengan khidmat fakta lain yang akan terungkap.
Bagaimana?
Berminat untuk
berkunjung?
Salam Sahabat Museum!
Museum di Hatiku!
Ini sumpah pohon randu alasnya gede banget loh, semoga masih ada kalau temen-temen berkunjung ke sana |
Kami yang selalu narsis di segala kesempatan. hehe |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar