"Pecahan sejarah itu tersebar lepas di seluruh penjuru dunia. Jejak-jejaknya sangat samar dan memiliki arti yang beragam. Kadang kita tidak menyadari bahwa dari serpihan kecil kehidupan itu akan membuka pintu sebuah peradaban baru yang lebih menawan, melawan fakta dan kenyataan yang selama ini kita pegang."
AIANA, 26 Agustus 2019
Sudah pukul 16.00 WIB. Saya juga sempat meragu apakah perjalanan saya kali ini akan berbuah dengan cerita manis yang bermanfaat atau tidak. Akhirnya keraguan itu kami pangkas dengan selangkah keyakinan yang membawa kami membelah Kota Jogja. Dari Kabupaten Sleman ke Kabupaten Bantul. Tujuan saya adalah The History Museum of Java yang ada Jl. Parangtritis Km 5.5 ( Pyramid Cafe) Tarudan, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Satu jam kemudian, tepat pukul lima, saat pintu tiket akan ditutup, kami berhasil mendapatkan tiket masuk ke museum dengan estimasi perjalanan selama satu jam. Saya pikir mungkin cukup lah ya. Setidaknya mengobati rasa ingin tahu saya untuk masuk ke museum ini. Tiket masuk yang saya beli senilai Rp 30.000,- (awalnya ingin jadi koleksi namun nantinya kandas karena diminta petugas). Tiket yang termasuk mahal untuk museum yang ada di Jogja, untuk internasional senilai Rp 50.000,-.. Mungkin nomor dua setelah Museum Ullen Sentalu? Entahlah. Saya hanya berharap nilai itu worth dengan apa yang akan saya dapatkan.
Suasana Ruang Koleksi yang bersih, ehm sepertinya saya foto disini tapi kok tidak ada ya. hehe |
Secara garis besar, museum ini, seperti namanya yaitu sejarah jawa, berisi tentang sejarah yang ada di Pulau Jawa mulai dari jaman pra-sejarah sampai yang paling terkini. Museum ini terbagi dalam berbagai kurun waktu, mulai dari pra sejarah, masuknya peradaban Hindu-Budha, kerajaan Hindu Budha, dan Kerajaan Islam sampai sekarang. Pembagian ini nantinya tidak terlepas dengan penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, Inggris, Jepang. Budaya dan kesenian yang mengikuti peradabannya dan juga sejarah raja-raja jawa sampai dengan Sultan Hamengkubuwana ke X.
Merupkan peninggalan dari masa HIndu-Budha. Kiri: Arca Dewa Wisnu, diperkirakan dari abad ke 9, Central Java. Kanan: Koleksi Keris dan tempat untuk meletakkannya. |
Apakah yang membuat saya penasaran?
Jawabannya adalah, Pertama, koleksinya. Museum ini masih berasosiasi dengan D’Topeng Kindom Foundation yang ada di Malang. Kalian tahu kan Museum Angkut, atau Jawa Timur Park? Nah museum ini dikelola oleh suatu yayasan sebesar itu. Hal ini membuat saya penasaran bagaimana koleksi dan pengelolaan yang ada di museum. Dan….benar saja! Untuk kategori tempat yang dikatakan museum, museum ini sangat mumpuni dalam segi koleksi. Koleksi yang ditampilkan di museum ini bisa mewakili setiap fase era perkembangan Jawa dari yang paling awal sampai akhir. Selain dari segi koleksi, alur dan juga penataan penggunaan ruang di museum kedepannya juga saya kira akan sangat menarik mengingatnya adanya studio 3D untuk berswa-foto dan studio 4D yang dirancang seperti Museum Angkut hanya saja nanti ruang yang ditampilkan adalah Kampung Mataram. Sebagai catatan di sini, kelengkapan yang saya maksud adalah dalam hal periodesasinya. Kalau untuk koleksi untuk mewakili semua kerajaan pada masa itu museum ini masih fokus pada kerajaan besar-besar atau yang berjaya di masanya. Jelaskan ya, kejayaan ini yang menyebabkan peninggalannya banyak dan tersebar luas. Walaupun di galeri saya tidak ada, namun ada koleksi pada masa islam yang luar biasa di museum ini. Yaitu berbagai peralatan rumah tangga yang hampir seluruh bagiannya diukir dengan bahasa arab. Katanya sih digunakan untuk keperluan sehari-hari, tapi kalau saya kok sayang ya. Hehe
Ini Lentera Minyak (lampu zaman dahulu) diperkirakan abad 18-19 dari Cirebon. Sudah masuk peradaban Islam. Kanan kiri lentera ini adalah Buraq (tunggangan Nabi Muhammad ketika Isra Miraj) yang dianggap dapat menjaga nyala api. |
Alquran ini ditulis tangan dan masih menggunakan serat kayu sebagai medianya. |
Kedua, adanya teknologi Augmented Reality (AR) . Apa yang suka bermain game tahu tentang ini? AR ini lebih praktis daripada Virtual Reality (VR) yang membutuhkan peralatan khusus. Kalau AR di museum ini hanya perlu mendownload aplikasi dan nantinya pengunjung dapat melihat visualisasi dari board informasi. Ini sangat menarik karena pengambarannya akan bergerak dan juga dapat dilihat dalam wujud 3D/4D. Kendalanya hanya saja kalau pengunjung tidak memiliki data atau kapasitas penyimpanan yang cukup untuk mendownload aplikasi ini sehingga akan lebih baik apabila ada semacam gadget yang bisa digunakan untuk umum.
Gambaran AR diperagakan oleh Bupati Bantul. Photo milik History of Java Museum |
Estimasi saya ternyata salah, satu jam bagi saya sangat tidak cukup untuk berkunjung ke museum ini. Museum ini buka setiap hari dari jam 09.00-18.00 dan saya datang pukul 17.00. Terlalu banyak informasi yang harus saya baca. Memang rasa penasaran saya tentang museum ini terpenuhi, tapi jika tentang informasinya, justru membuat rasa penasaran saya berlipat ganda dan ingin rasanya saya kembali ke sana. Kunjungan di museum ini dipandu oleh guide yang siap menjawab pertanyaan dari kunjungan. Awalnya sebelum masuk nanti akan diberikan informasi terkait dengan tata tertip, aplikasi yang didownload, dan juga menyaksikan video terkait dengan pembentukan Pulau Jawa. Setelahnya baru masuk ke ruang koleksi yang berujung di ruangan 3D dan 4D.
Museum ini sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas termasuk adanya cafeteria/kantin yang satu tempat dengan lokasi museum, spot foto yang menarik, dan lingkungan yang luas. Saya melihat di web resminya (KLIK DI SINI) dan melihat adanya agenda bulanan di yang membuktikan bahwa museum ini memang dikelola dengan baik untuk menarik masyarakat ke museum. Pas saya ke sana (Agutsus 2019) ada event bahwa untuk pengunjung di atas 65 tahun gratis dan yang berulang tahun bulan agustus hanya membayar 10.000. Sialnya! Saya membaca itu ketika saya keluar dari museum. Entah kebodohan lain apa yang saya lakukan selain saya datangnya kemalaman. Oh iya, foto saya juga tidak banyak karena terlalu fokus dengan isi museumnya. Hiks!
Oleh-oleh saya yang paling berharga: foto tiket, karena tiketnya sudah diberikan di pintu masuk.hiks |
Perjalanan yang sangat singkat jika dibandingkan dengan isi sejarahnya yang panjang. Pengen balik aja rasanya ke sana. Bagi saya tidak ada alasan untuk tidak mempelajari sejarah sekalipun tidak ada pelajaran/mata kuliah. Sejarah itu yang membentuk jati diri kita, jati diri bangsa. Benar begitu?
Bagaimana? Apa sobat museum tertarik?
Mari berkunjung ke Museum
Gaya penulisan dan foto-foto punyamu menarik sist. ^_^
BalasHapusSalam kenal, Bagus tulisannya silakan kunjungi balik,
BalasHapushttps://www.afrezazeilfahmiazis.com/?m=1