Selasa, 11 September 2018

Hanoman, Akhir bisu Sebuah Perang Besar Novel By Pitoyo Amrih



Hanoman, Akhir Bisu Sebuah Perang Besar
Novel by Pitoyo Amrih
472 pages, published April 20th 2014 by Divapress
ISBN: 9786022555391

Official Sinopsis:
Hanoman dikenal sebagai seorang panglima bangsa Kera yang hanya menghamba pada dirinya sendiri. Mengukir perjalanan hidupnya sendiri. Bukan karena perintah, bukan karena pengaruh. Arah kehidupannya adalah kemana harus berjalan menurut pemahaman kebenarannya. Hanoman yang selalu belajar.

Dia sendiri tak yakin siapa ayahnya. Yang dia tahu, ibunya bernama Dewi Anjani yang tak terlalu sering menemuinya saat kecil. Adalah Sang Hyang Bayu yang justru membentuk pendiriannya sampai dengan remaja. Hidup di negri para Dewa, negri di awan Jonggring Saloka, di istana Bayu bernama Panglawung.

Saat mulai beranjak dewasa, Batara Bayu mengirimnya mengembara ke pulau selatan Dunia Wayang. Bersama Anila yang juga tak pernah tahu asal-usulnya sendiri. Menjelajah mengenali merah hitam kehidupan dunia yang sesungguhnya. Belajar memahami apa arti teman, mengenali rasa kecewa, marah. Melihat dan mendengar tentang makna kepemimpinan. Sampai kemudian takdir membuat dia ditunjuk menjadi seorang panglima sebuah penyerangan besar terhadap suatu negri seberang lautan bernama Alengka.

Hanoman yang kemudian memahami bahwa pertikaian, peperangan sampai pada pertempuran yang semula menurutnya berisi semangat perjuangan antara yang baik dan angkara murka, tak lebih adalah silang sengkarut benturan kepentingan. Kepentingan untuk menguasai, kepentingan untuk mengalahkan, kepentingan mewujudkan keinginan.

Itulah mengapa Hanoman mengambil pendirian tak terlibat Baratayudha. Perang dahsyat yang dia mengira akan menjadi pembelajaran. Ternyata Hanoman keliru. Ternyata perang akan selalu ada. Pertempuran tetap akan selalu terjadi.

Sebuah karya milik Pitoyo Amrih, menceritakan tentang salah satu panglima besar yang memimpin penyerbuan besar terhadap negeri Alengka. Betapa keelokannya dan ketangkasannya dalam membela kebenaran. 

Hanoman tidak pernah tahu benar siapa Ayahnya dan Ibunya. Sejak kecil ia tinggal di kerjaan para Dewa bernama Jonggring Saloka, dibawah pengawasan Batara Bayu. Ia di gembleng olah kanuragan dan kautaman bersama Anila sampai akhirnya di perintahkan turun ke marcapada/ dunia wayang. Di sinilah Hanoman mulai benar-benar belajar tentang kehidupan. Bagaimana ia bertemu dengan berbagai macam bangsa dan karekternya, hingga ia akhirnya bisa bertemu dengan Rama dan bergabung untuk membela kebenaran yang selama ini menjadi keyakinanya.

Hanoman adalah sosok kesatria yang selalu belajar. Kisahnya hingga ia menjadi panglima perang negeri Ayodya tidak luput dari sebuah pembelajaran. Ia merupakan sosok yang lurus, begitu patuh pada perintah orang-orang yang dihormatinya hingga ia tidak pernah berani untuk bertanya. Ia hanya perlu memahami dan meyakini apa yang menjadi keyakinannya. Sampai pada Hanoman akhirnya menyadari bahwa setiap hal yang ada di dunia selalu memiliki dua sisi yang berbeda, tidak semua yang buruk itu buruk begitu juga sebaliknya.

“Perang, semula selalu kuanggap sebagai pertempuran antara benar dan salah. Lama kurenungi ternyata perang tidak lebih hanyalah sebuah benturan antara dua pihak dengan kepentingan berseberangan. Cukuplah aku terlibat hanya pada satu perang besar.”

Sampai pada akhir hidupnya (versi buku ini), Hanoman masih dihadapkan kembali pada perang besar, bukan Bharatayuda, namun jauh lagi, masa setelah Parikesit. Hanoman memang miliki keistimewaan bangsa dewa yaitu bisa memilih jalan kematiannya sehingga ia menjadi saksi perang-perang besar.

Selain menceritakan tentang Hanoman, hal lain yang menarik dari novel ini adalah kisah persaudaraan Rahwana/Dasamuka dengan adik-adiknya. Ikatan yang begitu kuat dan juga kisah mereka begitu mencuri perhatian pembaca hingga sampai Wibisana, adik paling kecil Rahwana menyebarang ke pihak musuh. Hanoman pun begitu menyadari tingkah polah mereka merupakan perwujudan dari watak sejati seorang kesatria. Merubah pandangan Hanoman tentang mereka semua.

Novel ini mengajarkan banyak hal pada pembaca. Tidak hanya makna kebenaran sejati, perjuangan, dan juga pengabdian namun juga sarat akan pesan bahwa pertikaian dan peperangan tidak hanya berdampak pada diri sendiri namun juga banyak pihak yang kadang tidak berkepentingan di dalamnya. Sebuah ajaran yang ditulis dengan lugas dan dalam bahasa yang mudah di pahami. Cocok untuk semua golongan pembaca pada umumnya karena buku ini memiliki olah kautaman atau kita menyebutnya pendidikan karakter yang baik.

Sebuah penutup dari buku ini yang membuat saya begitu memahami apa yang ingin di sampaikan oleh penulis. Sebuah percakapan Hanoman dengan Batara Kala yang berakhir dengan kesimpulan:
“Bangsa manusia diciptakan memiliki kebaikan. Mereka dicipta begitu mulia. Mereka hanya akan menjadi sebuah keburukan atas pilihannya sendiri. Atas kemauannya sendiri. Mereka sendiri yang akan mengingatkan jalan kehidupan mereka sendiri. Mereka mampu bila mereka mau”(hal. 467)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar