Mereview tiga tahun yang lalu, saat pertama kali mengambil keputusan untuk memilih jurusan kependidikan, menjalani kuliah tiga tahun dalam bidang yang sama, mulai belajar untuk mengerti dan mengerjakan tugas-tugas guru di beberapa semester. Dulunya menertawai dan bercanda dengan kakak tingkat yang kembali mengenakan seragam hitam putihnya, kini gentian kami yang jadi pusat candaan oleh adik-adik tingkat kami. Wajah-wajah yang berbeda di balik baju hitam putih itu, mental yang berbeda, kekhawatiran yang tidak tahu menahu sebabnya dan tekat “nekat” yang tak tahu kapan muncul tenggelamnya.
Lihatlah, belum lama aku masih duduk di belakang meja. Bahkan saat aku memejamkan mata, ingatanku kurang lebih 16 tahun di bangku pendidikan itu masih jelas teringat , masih benar-benar membekas seolah waktu selama itu baru saja terjadi kemarin. Saat aku masih memakai seragam pertamaku, saat aku mulai memakai baju putih merah itu, saat bajuku tiba-tiba sudah berubah menjadi putih biru, saat aku menantikan mengenakan baju putih abu-abuku, dan saat tiba-tiba semua bekal sekolah itu menjadi almamater biru. Almamater yang kini masih aku kenakan ditubuhku, tapi kini semua telah berubah. Sekarang saat aku membuka mataku, aku bukan lagi anak ingusan yang duduk dibelakang meja melainkan seseorang yang berdiri di depan mempersiapkan masa depanku dan masa depan anak-anak ini. Aku kini menatap anak-anak, adik-adik yang juga menatap mahasiswa KKN PPL dengan aneh sama sepertiku dulu saat aku masih di bangku sekolah. Lihatlah, waktu telah berjalan sangat lama.
Apa yang akan aku lakukan nanti di kelas?
Bagaimana aku memulai pelajaran?
Apa yang akan aku sampaikan pada anak-anak?
Bagaimana jika yang aku sampaikan salah?
Bagaimana jika aku justu menyesatkan?
Bagaimana jika anak-anak tidak menyukaiku?
Bagaimana jika aku tidak bisa menjawab pertanyaan mereka?
Dll,, dll,,dll….
Tak hanya aku, kesebelas teman-temanku pasti juga mengalami “kegalauan” dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Membuat tidur malam kami tidak nyenyak, membuat kami membuka-buka lembar yang sama di buku paket pelajaran, membuat kami tiba-tiba menjadi pendiam dan sibuk membaca ulang materi pelajaran, membuat kami menjadi orang-orang yang berbeda dari kehidupan kami sehari-hari. Aku merasa kuliahku baru terasa begitu penting sekarang, aku baru merasa membutuhkan ilmu itu, dan aku baru merasakan ilmu yang aku miliki terlalu sedikit.
Pengalaman ini benar-benar luar biasa, hadiah dari Tuhan kami bisa berada di titik ini. Mencoba memahami semua kehidupan ini dari sisi lainnya yang jelas berbeda dengan yang kami miliki selama 20 tahun terakhir. Lagi-lagi, fase ini juga kembali membuat kami bertanya-tanya…
Apa aku sudah siap untuk berdiri di sana mengemban tugas mulia itu?
Apa aku pantas berdiri di sana?
Apa aku benar-benar yakin untuk menjadi guru?
Apa aku patut menjadi cotoh anak-anak ini?
Apa aku “nggak” salah jurusan? (hehehehe….)
Benar-benar, aku tidak menyangka melakukan banyak intropeksi diri dari waktu yang sangat singkat itu. belajar, belajar, dan belajar. Belajar menjadi pribadi yang sabar, belajar mengalah, belajar menerima, belajar menghargai, dll. Akhirnya kami tetap banyak menerima (belajar) daripada memberi (mengajar), namun di sinilah kami. Kami di sini karena kami masih harus belajar banyak agar kelak kami siap dan mampu mengemban tugas berada di depan anak-anak tersebut.
“karena kalian belajar, maka kesalahan itu adalah guru yang paling baik. Jangan takut, kalian sampai di sekolah ini karena kalian mampu, dan teruslah bersabar serta mencoba, suatu saat nanti kalian akan menemukan formula masing-masing yang menjadi karakter kalian sebagai guru”
Ya, benar Pak, Bu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar