Menulis lagi, setelah sekian lama...
Kali ini saya ingin bercerita dibalik perjalanan saya melihat Show Super Junior yang ke 6. Hanya sebuah catatan kecil namun begitu
terang hingga menganggu pikiran ketika tidak dituliskan.
Saya masih begitu speechless melihat bon ATM bertuliskan
beberapa nominal yang saya keluarkan hanya untuk hal yang sebelumnya tak pernah
saya pikirkan. Mungkin dibandingkan yang lain, nominal ini tidaklah sebanyak nominal yang lainnya mengingat tiket yang saya
beli adalah tiket yang paling murah. Namun tetap saja nominal itu adalah hasil
saya bekerja beberapa bulan ini.
“Kamu kurang kerjaan banget sih? Membuang waktu, uang dan
tenaga saja sampai ke sana HANYA untuk melihat Suju! Apa dengan membayar
berjuta-juta kamu bisa foto dengannya? Berjabat tangan? Kenalan?” seorang teman
menanyakan hal itu pada saya. Tidak hanya satu teman tapi banyak sampai saya
kesal sendiri. Waktu itu saya hanya tersenyum tapi dalam hati saya,
“Aku juga tau. Aku juga bingung kenapa aku sampai hati
membelinya, aku aja nggak tau jawabannya apalagi kamu? Dan kenalan? Pertanyaan
bodoh, mana bisa! Aku tuh beli tiket paling murah tauk,” lalu kenapa?
Sampai sekarang saya masih tidak mengerti. Bukannya hal itu sama ketika kau
rela mengelurakan berapa uang untuk melakoni apa yang jadi keinginanmu? Lalu
kenapa dengan entengnya membodohkan apa yang menjadi pilihan saya? Lagian semua
yang saya keluarkan bukan pemberian kaliankan? Tersenyum, lagi-lagi saya
tersenyum merasa tidak ada yang saya rugikan dan tidak ada yang saya sesali.
Saya tak pernah memikirkannya, namun saya juga punya mimpi
untuk melihatnya. Setelah lima tahun ini saya hanya melihat sosok mereka dan
mendengarnya melalui layar kaca, lalu apa salahnya setidaknya saya selangkah
lebih dekat untuk melihat mereka secara langsung? Huh, jawabannya tidak salah.
Hanya saja sudut pandang masing-masing orang
terkait dengan jalan hidup itu berbeda dan tidak sepantasnya kita
melihatnya sebelah mata.
Perasaan saya masih sama seperti sebelumnya sampai beberapa hari sebelum
keberangkatan, perasaan tak yakin dengan apa yang akan saya lakukan. Waktu itu saya juga sedang ada perjanan dinas ke Malang sampai tanggal 30 April. Hari keberangkatan jatuh sehari setelah kepulangan saya dari Malang, 2 Mei 2015. Pagi itu Jogja di guyur hujan lebat. Baiklah ini bukan tanda sialkan? Hujan itu di turunkan oleh malaikat
Mikail, malaikat yang juga membagi rizki, jadi ini juga adalah tanda baik bahwa
perjalanan ini akan berbuah sebuah pengalaman dan pelajaran. Berangkatlah kami
ke Jakarta dengan Bus yang kami sewa. Tidak terlalu buruk mengingat saya yang
masih jetleg dari Malang dua hari sebelumnya. Kami tiba di wisma haji dini
hari, tanggal 3 Mei untuk beristirahat dan bebersih diri. Saya masih bisa tidur
nyenyak walaupun saya tahu hari ini adalah tanggal yang sama dengan konser
dilaksanakan. Lebih nyenyak daripada hari-hari yang saya lalui beberpa tahun
lalu di Super Show yang ke 4 dan ke 5 di mana saya tidak bisa melihatnya secara
langsung. Paling nggak hal ini adalah hal yang positif karena mata saya tidak
sembab dan sayu karena menangis dan tidak bisa tidur. Hahaha
Pagi sekitar jam setengah enam kami berangkat dari wisma
haji menuju Tangerang, BSD city tempat show berlangsung, tempatnya di Indonesia Convention Exhibition (ICE). Masih
dengan membawa nasi kotak yang belum sempat saya makan, saya duduk di taman ICE.
Menikmati matarahari pagi sambil sarapan. Masih jam 7 pagi tapi ICE sudah begitu ramai dengan ELF sebutan untuk
penggemar Suju. Padahal konser baru dimulai pukul 2 siang. Antusiasme yang luar
biasa!
Karena tiket belum di tangan, akhirnya kami, saya dan Chan
memutuskan untuk ikut mengantri di Hall 10. Seperti dugaan saya, antriannya
tidak nyaman karena teman-teman saling dorong dan berteriak-teriak. Masih jam
10 pagi dan sudah banyak yang pingsan karena adegan ini. Saya mulai berfikir di
tengah tubuh saya yang sudah tidak lagi menginjak tanah, benarkah saya ada di
sini? Mimipkah? Apa pilihan saya salah? Apa saya bodoh? Terus pikiran saya
mikir yang aneh-aneh. Betapa tidak, tubuh saya tergencet kanan kiri depan
belakang hingga terasa saya tidak berdiri di atas kaki saya sendiri. The power
of ELF katanya. Saya pun dengan berat hati menyerah dan meninggalkan Chan dalam
keramaian karena saya merasa sebentar lagi juga akan pingsan.
Saya menepi, dengan sinyal yang naik turun dan penuh dengan
harapan palsu saya masih berhubungan dengan Chan. Dia tergencet-gencet untuk
mencari tiket dan saya yang berhasil lolos justru melihat pembawa tiket kami
keluar dari hall. Saya menghubungi Chan dan dia sudah tidak bisa keluar dari
sana. Tak beberapa lama akhirnya Chan berhasil masuk dan sibuk mencari saya
yang dia kira sudah masuk hanya karena sebuah kalimat, “buruan masuk, di dalem
dingin”. Dia kalap mengira saya berhasil masuk, padahal saya hanya bersandar di
antara celah pintu hall 9 dimana AC menerobos dari sana. Sambil tertawa saya mengetuk kaca hall 9 dan
berhasil menarik perhatiannya yang lari mondar-mandir mencari saya. Lucu tapi
juga kasihan. Setelah tiket di tangan, kami masih menjalani adegan romantis.
Duduk bersampingan, dibatasi dengan pintu kaca hall dan berkomunikasi melalui
sosial media. Kalau mengingatnya saya masih geli sendiri melihat tingkah konyol
kami.
Jam 11.30 akhirnya Chan sudah tidak sabar untuk membuang
pembatas antara kami berdua. Akhirnya dengan malas saya berjalan untuk
mengantri lagi masuk dari hall 10. Malas, mengingat adegan saling dorong tadi.
Tapi apa boleh buat. Saya menyelinap dari orang ke orang dan berhasil berdiri
dekat pintu ganda Hall 10. Kembali saya bersadar di celah-celah kaca hall.
Belum sampai sepuluh menit saya berdiri, tiba-tiba kaca tempat bersandar saya di buka satpam dan saya di tarik ke dalam hall. Tak sampai hitungan
detik saya sudah di dalam, pikiran saya masih belum berhasil mencernanya.
Sambil bengong saya mikir kok bisa saya di dalam. Ternyata untuk mengurangi
antrian di pintu utama, para satpam menguranginya dengan menyeret orang satu
persatu melalui single door tersebut. Dan saya adalah salah satu orang beruntung yang diseret itu karena kaca yang tempat saya nempel tadi ternyata single
door hall 10.
Dengan ceria saya berjalan melewati antrian dengan alasan
untuk mengambil tiket. Saya pun bergegas ke hall 9 karena Chan masih menunggu
di sana. Dia terkejut saya sudah ada di dalam. Mukanya penuh tanda tanya dan
juga perasaan tidak terima. Kenapa kamu bisa secepat itu?! Aku hanya meringis memamerkan gigiku senang.
Kami masuk ke Hall enam dan lima. Pintu masuk venue kami ada
di samping hall tersebut. Kami harus mengantri lagi selama dua jam. Bedanya
kali ini kita duduk, tidak berdesakan , dan yang terpenting adalah dingin AC. Kami tidak membawa makanan namun
ada makanan yang di jual di dalam dan harganya muahaaal banget. Nggak usah saya
sebutkan karena bikin sakit hati jika mengingat tas kami nggak di cek secara
keseluruhan. Lucunya, saat mengantri ini temen-temen ELF lain berteriak-teriak
histeris saat mendengar suara musik yang terdengar dari dalam venue. Begini ya
rasanya nonton konser bintang hallyu? Saya tertawa menikmati setiap moment ini.
Jam 2 kurang akhirnya kami dipersilahkan untuk masuk ke
venue. Semuanya lari dan terburu-buru untuk masuk ke dalam. Antusiasme yang masih sama dengan yang saya
rasakan tadi pagi. Sebelum masuk ke venue saya menarik nafas dalam. Mengingatkan kembali bahwa saat saya melangkah melalui pintu ini saya tidak lagi bermimpi. (bersambung)
I'm Here! We're Here! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar