"Jika berbicra tentang warisan alam, yang bisa saya bayangkan adalah nilainya dan nilainya warisan alam itu tidak terbeli, tidak tebaharui, karena dalam jejaknya ia memiliki sejarah penting yang menjadi saksi puluhan bahkan ratusan generasi sebelum kita."
Pantai Klayar, 14 Agustus 2016
Cukup Meninggalkan Jejak |
Seperti dalam dunia dongeng anak-anak tempat ini bagi saya. Saya lebih banyak mendengar keelokan dan keindahan pantai ini dari teman dan melihatnya dari berbagai media sosial. Selebihnya hanya banyangan. Akhirnya saya nyasar juga sampai sini. Tuh kan, nggak direncanakan tiba-tiba saja saya sudah sampai di Kecamatan Donorojo, tepatnya di Desa Kalak, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dan cerita pantai ini tidak hanya menjadi dongeng pengantar tidur saya.
Setelah dari pantai Banyu Tibo kami melanjutkan blusukan dan setelah kebablasan (lagi) kami akhirnya menemukan jalan ke arah Pantai Klayar. Awalnya jalan ke pantai ini benar-benar rusak aspalnya, sudah termakan usia, tambal sulam sana sini dan sebagian besar ilang tapi setelah beberapa ratus meter dari pusat desa jalannya berubah 180 drajat menjadi aspal halus tebal dan lebar. Loh ini gimana sih? Atau sengaja ya bangunnya dari arah pantai baru ke pusat desa? Sesudah membayar tiket Rp 10.000, 00/ orang akhirnya kami sampai di parkiran pantai yang bersatu dengan pedagang makanan dan juga souvenir. Waktu itu jam 2 dan saya menenguk ludah saya ketika akan berjalan ke arah pantai.
Perjalanannya cukup jauh sehingga membuat saya mendadak lapar |
"Gimana kalau kita istirahat dan makan dulu sambil nunggu mataharinya nggak panas banget?" tawarku sambil nyengir. Yang saya cengirin ikut nyengir.
"Pasti udah senewen perut sama kepalanya..." cengiran saya semakin lebar mendengarnya. Tahu benar saya sudah mulai berkunang-kunang karena lapar dan kami pun memilih untuk jajan. Sambil mengamati, sebagai informasi saja pantai ini sudah terbangun. Lengkap sekali fasilitasnya mulai dari toilet/kamar mandi, musholla yang dibangun lebih gede lagi, taman, tempat jualan makanan dan souvenir, ojek motor menuju ke parkiran mobil, ojek ATV kw bagi yang ingin menikmati keliling pantai tanpa berjalan kaki, pengeras suara, dll. Lengkap sekali menunjukkan bahwa pantai ini dalam proses promosi untuk dijadikan wisata unggulan.
Ombak di antara bebatuan ini bagi saya merinding juga, serem... |
Pasirnya berjalinan cantik dengan pasir hitam, keceee! |
Oke, dan saya menyantap ikan laut saya dengan lahap. Pengisian energi sudah cukup dan kami memutuskan untuk mulai pengamatan. Pantai ini cukup luas dan membutuhkan perjalanan yang lumayan untuk menikmati pemandangan. Di sisi barat pantai di dominasi oleh pantai dengan ombak yang kecil dengan banyak karang-karang sedangkan di sisi timur di dominasi oleh bebatuan yang menjadi penciri atau icon di pantai ini. Pantai Klayar merupakan salah satu pantai yang termasuk ke dalam kawasan geopark gunung sewu dengan ciri pengangkat lantai dasar samudra sehingga di pantai ini akan ditemui berbagai biota laut dan juga memiliki ciri lainnya yaitu berpasir putih. Selain itu bebatuan yang menjulang di tengah-tengah pantai juga menjadi ciri khas pantai ini. Siap-siap keluarkan kamera untuk berfoto! Ah, ombaknya sangat ganas di sekitaran bebatuan dan curam pula pantainya. Sekali terjebak di areal Rip current ini, pasti langsung R.I.P beneran. Pantas aja terdapat larangan untuk mandi di pantai ini.
Saya nggak mengada-ada ya, ada petujuk dan larangan ke arah seruling samudranya... |
Pantai Klayar terkenal karena seruling samudranya, tapi pas saya ke sana kemarin, akses untuk ke sana di tutup. Ada tulisan bahwa untuk berfoto di sana harus menggunakan jasa pemandu. Apa ini strategi wisata ya? Dan saya akhirnya tidak ke sana mengingat sepatu saya sangat licin jika berurusan dengan batu, lagian jalannya diberi pagar pembatas. Biarlah! Demi ingin mengintip seperti apa seruling itu, kami akhirnya naik ke atas bukit untuk melihat dari atas.
Setelah membayar restribusi lagi Rp 2000/orang akhirnya saya bisa mengintip seruling itu. Hmm kalau dari sini air yang memyembur dari celah batuan itu terlihat seperti ikan paus yang mengeluarkan air dari punggungnya. Ketika ombak mengahantam bebatuan, air yang terjepit diretakan batuan ini memperoleh tekanan dan air langsung saja keluar dari celah-celah batuan dengan menyemburkan air layaknya ikan paus, apa mungkin jika di lihat dari dekat kita bisa mendengar suara seruling itu? Entahlah saya tidak tahu karena tidak ke tepian dan tidak mendengar. hehe
Kalau saya cukup tahu dari atas sajalah, sayang kameranya |
Kami memutuskan untuk turun, di atas pantai ini anginnya sangat kencang sehingga bisa membuat kami masuk angin jika kelamaan. Kami pun memutuskan untuk turun dan berfoto-foto lagi sebentar sebelum memutuskan untuk pulang. Ombaknya kurang besar sehingga tidak menghantam bebatuan dengan kencang, foto-foto kami juga standar karena kami malas untuk berbasah-basahan. Saat waktu menujukkan pukul 4 sore akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Perjalanan kami masih panjang dan jalanan juga tidak hapal. Kami masih harus melalui jalan Pracimantoro yang masih dalam perbaikan sehingga akan lebih enak jika pulang dalam keadaan terang.
Perjalanan yang panjang, badan saya merasakan efek dininya karena celana jins saya terlalu ketat. Sampai rumah pun saya seolah hilang kesadaran, begitu selesai mandi mata saya langsung tidak bisa diajak kompromi. Saya tidak mengira keesokan harinya lebih parah rasa yang dirasakan badan saya. But, I think my trip is worthy, so its okay to be tired! heheh
See you again,
Selalu bepositif diri untuk berwisata!
Saya suka narsis pokoknya ^_^ |
Saya suka narsis pokoknya ^_^ |
The last one, Saya suka narsis pokoknya ^_^ |
Padahal dulu boleh ke kawasan seruling samuderanya...
BalasHapusTapi karena dianggap terlalu berbahaya, sekarang akses jalannya ditutup..
Iya mungkin untuk mengurangi resiko bila pantai sedang rame. .
HapusGelombangnya soalnya pasng surut juga. Tapi tetep keren kok nii. Lihatnya dr atas