Diikutkan Dalam Lomba Menulis Cerpen ‘Majo & Sady’
Cover Majo & Sady |
Mata Majo masih setengah terpejam, tapi ia sudah sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Istrinya Sady masih meringkuk manis di atas tempat tidur. Kelelahan setelah lembur semalaman.
Menjalani kehidupan sebagai suami rumah tangga tidaklah mudah bagi Majo. Setelah selamat dari cibiran tetangga, Majo harus selamat juga dengan urusan dapur. Tiap hari ada-ada saja yang berjalan diluar rencananya. Mulai dari nasi yang tidak matang, sayur tidak enak, dan urusan dengan perabotan yang tak jarang lepas dari gengamannya. Alias pecah berantakan.
Majo menaikkan sedikit kacamatanya untuk mencium sup yang baru dimasaknya. Enak sekali baunya, hmm.... Tanpa Majo sadari ia mulai mencicipi sup buatannya itu berkali-kali sambil memuji hasil masakannya yang sudah meningkat drastis itu. Ia kemudian mengambil nasi dan mengambil lagi supnya.
“Ah nikmatnya...” ucap Majo saat perutnya sudah terasa kenyang. Ia lalu menyeduh teh kesukaannya dan duduk di samping cendela sambil membaca koran pagi ini.
“Sayaaang...” terdengar suara Sady dari dalam kamar. Majo buru-buru menghampiri Sady. Ia menengok ke dalam kamar dan melihat sepasang telinga kelinci istrinya bergerak gelisah.
“Ada apa, Sayang...”
“Kenapa kau tidak membangunkan aku. Aku hampir saja terlambat!” Sady terlihat kesal dengan Majo.
“Ups... maaf Sayang aku terlalu sibuk membuatkanmu sarapan. Aku akan menyiapakannya di meja!” Majo lalu mengambil semangkuk nasi dan kemudian sup. Tapi ketika ia sampai di panci sup yang tadi ia gunakan untuk memasak, Majo terkejut. Ia menggaruk kepalanya bingung dan baru sadar kalau tadi ia memakan jatah sarapannya terlalu banyak. Hanya tinggal sedikit sisa sup yang ada di panci masaknya.
Majo lantas menuang semua isi panci ke dalam mangkuk dan tersenyum canggung melihat sup itu hanya memenuhi setengah dari mangkoknya. Ia lalu meletakkan kedua mengkok itu di atas meja ketika melihat istrinya keluar dari kamar.
“Kau tidak sarapan, Sayang? Kenapa hanya satu mangkuk saja?” Sady bingung.
“Tidak Sayang. Aku nanti saja. Aku akan menatap wajahmu lama-lama sebelum kau pergi seharian. Akukan kangen” Majo menatap Sady mesra.
“Kau tidak sedang mabuk kan?” tanpa menunggu jawaban Majo, Sady buru-buru menghabiskan sarapannya, “kenapa sedikit sekali sayuran yang ada disup ini?”
“Kita kehabisan bahan makanan, aku akan belanja siang ini...” jawab Majo.
“Baiklah, sekalian belikan aku barang lainnya ya?” Sady mengeluarkan kertas kecil dari dalam tas tangannya dan menuliskan barang-barang yang hendak dibelinya. Ia kemudian menyerahkan kertas itu dan uang kepada Majo, “jangan sampai lupa!”
“Baiklah...” Majo melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Ia kemudian mengantar Sady sampai depan rumah sebelum istrinya itu menghilang dengan mobilnya. Majo menatap sekeliling rumah.
“Sebaiknya aku membersihkan halaman...” Majo masuk ke dalam rumah dan mengambil gunting tanaman dan sapu. Ia lantas memulai aktifitas pagi dengan membersihkan halaman. Ia juga menyirami tanaman sebelum masuk rumah. Rutinitas itu membuatnya kotor dan bau oleh keringatnya sendiri.
“Ah, sebaiknya aku mandi dan mencuci baju terlebih dahulu...” Majo bergegas mandi dan memasukkan semua pakaian kotor ke dalam mesin cuci.
10 menit...
20 menit...
Tiba-tiba matanya terbelalak. Ia baru saja ingat kalau catatan belanja yang dipesan Sady masih ada di dalam saku celananya. Ia menghentikan laju mesin cuci itu dan mencari kertas yang sudah hancur seperti bubur itu. Majo kembali menggaruk kepalanya bingung. Setelah lama berfikir, ia memutuskan untuk menelepon Sandy.
“Lagi?” suara Sady melengkin di ujung sana!
“Maaf...” Sady hanya menghela nafas mendengar permintaan maaf suaminya. Ia menyerah dan kembali menyebutkan apa-apa saja yang harus dibeli. Majo mencatatnya rapi di atas kertas bersamaan dengan daftar belajaannya.
Sebelum berangkat, Majo menjemur baju yang telah selesai dicucinya kemudian berangktlah ia ke supermarket. Ia menaiki bus kota kemudian bersenandung riang memasukki supermarket. Ketika hendak mengambil troli belanja ia kebingungan mencari daftar belajaannya.
5 menit...
10 menit...
Majo menepuk dahinya. Ia baru sadar kalau daftar belanjaannya masih ada di atas meja telpon rumahnya. Ia kembali menggaruk kepalanya gelisah. Lagi-lagi lupa!
Siapa bilang menjadi suami rumah tangga itu mudah. Majo sudah kesal sekali dengan sifatnya yang pelupa ini. Karena sifatnya yang pelupa ini, ia selalu melakukan hal secara berulang-ulang. Entah setan apa yang merasukki otaknya.
Majo sudah sampai di supermarket lagi ketika hari sudah hampir sore. Ia mulai kegiatan belanjanya, beberapa kali ia juga mengecek kembali catatan dan juga dompetnya. Takut-takut ia lupa membawa dompet seperti minggu sebelumnya. Setelah membayar dan mengemasi semua barang belanjaannya, Majo pun pulang dengan perasaan lega.
Majo meletakkan semua barang belanjaannya di atas meja. Sudah pukul 4 sore, dan ia harus segerah memasak makan malam untuknya dan istrinya. Karena kelelahan Majo pun beristirahat sebentar di kursinya.
Ia membayangkan masakan apa yang akan ia masak. Membayangkan baunya dan mencicipi rasanya. Enak sekali. Hmm, ia memejamkan mata menikmati masakannya nanti.
“Sayang...” Majo kaget mendengar suara istrinya. Ia bingung kenapa Sady ada dihadapannya. Ia melihat sekeliling dan mendapati belanjaanya masih utuh di atas meja.
“Jangan-jangan kau belum masak, ya?” Majo tersenyum kaku dan menggaruk kepalanya. Ia kira sudah memasak makan malam. Ternyata itu hanya mimpinya semata.
“Maaf...”
Ya, Majo bukanlah suami rumah tangga yang sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar